Kolom Terkini

Haruskah Teknologi Merubah Wajah Pertanian? Sebuah Tinjauan Ekonomi Islam

Saat pulang kampung ke daerah Cirebon tepatnya di Desa Guwa Lor, penulis menyaksikan keindahan alam hijaunya hamparan lahan pertanian. Pemandangan indah ini masih banyak dijumpai karena memang Kabupaten Cirebon khususnya daerah yang membentang sepanjang wilayah Kabupaten Cirebon Utara sampai ke Cirebon Barat masih merupakan basis pertanian dengan hasil utama yaitu tanaman padi. Namun demikian, ada satu kegelisahan dalam fikiran penulis yaitu melihat fenomena di beberapa wilayah khususnya tempat tinggal penulis di Desa Guwa Lor yang masih banyak masyarakat menggantungkan hidup pada sektor pertanian sebagai buruh tani, tetapi disaat yang sama, perkembangan teknologi telah banyak memberikan pengaruh bagi aktivitas pertanian masyarakat.

Problem antara kebutuhan pekerjaan sebagai buruh tani yang masih tinggi dan perkembangan teknologi ini penulis amati dalam beberapa tahun terakhir, misalnya sekitar 6 tahun yang lalu orang masih bisa bekerja sebagai buruh panen, sebab panen masih dilakukan secara manual, dan panen dengan sistem manual ini juga memberikan penghasilan yang cukup tinggi bagi mereka, dimana jika kualitas tanaman pertanian bagus, mereka bisa mendapatkan hasil dalam satu hektar saja sekitar 1 ton gabah.

Beberapa tahun kemudian setelah itu, penggunaan tenaga manusia semakin berkurang karena proses panen padi hampir semua lahan pertanian sudah menggunakan teknologi baru yaitu menggunakan “mesin gerabag”, dimana hanya sebagian proses saja yang menggunakan tenaga manusia, walhasil tenaga manusia untuk melakukan proses panen berkurang dan hasil bagi buruh penggarap pun semkin sedikit. Tidak berhenti disitu, perkembangan teknologi pertanian pun terus berkembang dengan hadirnya mesin pemanen padi yang lebih canggih yaitu “mesin combine”, dimana dengan mesin ini, semakin dapat meminimalisir penggunaan tenaga manusia untuk menggarap hasil panen. Jika sebelumnya satu hektar bisa dikerjakaan satu sampai tiga hari dengan beberapa orang buruh penggarap, kini dengan mesin combine cukup dikerjakan beberapa orang saja sebagai operator dan pegawainya yang satu paket dengan mesin tersebut, dan lahan satu hektar bisa selesai hanya dalam hitungan beberapa jam saja. Fenomena ini yang kemudian memotivasi penulis membuat satu pandangan dan refleksi dalam sedikit tulisan ini yaitu:“Haruskah Teknologi Merubah Wajah Pertanian; Bagaimana konsep ekonomi Islam memberikan perspektif dalam fenomena ini?

Berkaitan dengan fenomena diatas, maka sebenarnya aspek mendasar yang kemudian membedakan antara pandangan ekonomi Islam tentang berbagai fenomena ekonomi selalu berangkat dari konsep tentang asumsi rasionalitas. Dalam pandangan konvensional misalnya apa yang diungapkan oleh Miller (1991) bahwa asumsi rasionalitas merupakan anggapan bahwa seseorang akan berperilaku secara rasional dan masuk akal serta tidak akan secara sengaja membuat keputusan yang dapat menjadikan mereka lebih buruk. Dari asumsi rasionalitas menurut pandangan konvensional ini kemudian kita bisa menemukan konsep-konsep berikutnya diantaranya tentang efisiensi, dimana efisiensi dalam pandangan konvenional secara umum diartikan sebagai upaya untuk mengeluarkan pengorbanan yang seminimal mungkin dengan tujuan memperoleh hasil yang semaksimal mungkin. Oleh karenanya, dalam pandangan ekonomi konvensional, seorang pelaku ekonomi atau pelaku usaha akan melakukan berbagai upaya untuk menekan biaya atau meminimalisir pengorbanan yang harus dikeluarkan untuk memperoleh keuntungan setinggi-tingginya.

Berbeda dengan perspektif ekonomi konvensional, dalam perspektif ekonomi Islam, ada hal-hal mendasar yang sangat membedakan tentang konsep rasionalitas. Ini dapat kita temukan misalnya apa yang dipaparkan oleh Misanam, dkk (2017) bahwa rasionalitas dalam ekonomi Islam memiliki beberapa asumsi, yang salah satunya yaitu bahwa pelaku ekonomi berorientasi untuk memperoleh “Maslahah”. Maslahah sebagai orientasi dalam perilaku ekonomi seorang muslim kemudian melahirkan praktik dan implementasi yang berbeda dengan pelaku ekonomi konvensional.

Perbedaan konsepsi rasionalitas ini selanjutnya akan terwujud dalam perilaku ekonomi dan usaha yang Islami dalam menerapkan konsep efisiensi. Efisiensi dalam pandangan ekonomi yang Islami merupakan upaya meminimalisir biaya untuk mendapatkan keuntungan maksimal, tetapi dengan tetap memperhatikan aspek-aspek yang dapat mewujudkan kemaslahatan sebagai orientasi dari perilaku ekonomi.

Berangkat dari motivasi untuk mencapai maslahah tersebut maka seorang pengusaha atau seorang produsen misalnya, tidak akan melakukan sesuatu yang hanya akan memberikan keuntungan material tinggi tetapi kurang memberikan kemaslahatan. Pelaku ekonomi Islami akan rela mengurangi keuntungan material yang mestinya diperoleh karena berharap dapat memberikan kemaslahatan yang jauh lebih besar, baik kemaslahatan bagi dirinya, kemaslahatan bagi agama, kemaslahatan bagi orang lain, kemaslahatan bagi generasi yang akan datang termasuk kemasalahatan bagi alam sekitar.

Berdasarkan perbedaan konsep dasar ini kemudian didalam pratik yang menjadi perhatian penulis yaitu pada fenomena di sektor pertanian ditengah perkembangan teknologi yang semakin canggih, pengelolaan pertanian juga hendaknya selalu didorong oleh semangat usaha yang berdasarkan konsep rasionalitas Islam yaitu suatu aktivitas ekonomi yang tidak hanya berorientasi untuk mendapatkan keuntungan secara material tetapi juga dalam rangka mewujudkan kemaslahatan. Dengan dasar motivasi ini, pemilik lahan pertanian hendaknya lebih terdorong untuk “lebih banyak memanfaatkan tenaga manusia” dibandingkan memanfaatkan teknologi modern, tentunya dengan beberapa catatan yang penulis ajukan sebagai berikut;
1) Sumber daya manusia yang mau bekerja sebagai buruh pertanian masih banyak atau berlimpah, dan belum ada alternatif pekerjaan lain yang bisa menggantikan pekerjaan mereka di sektor pertanian.
2) Masih dimungkinkan dilakukan negosiasi tentang biaya upah pekerja, sehingga upah tenaga manusia sebagai buruh pertanian memberikan keadilan baik bagi pekerja maupun bagi pemilik lahan pertanian, karena memang faktanya ada beberapa daerah pedesaan yang upah buruh pertaniannya sudah cukup tinggi, sehingga menjadikan biaya pertanian semakin memberatkan pemilik lahan.
3) Tidak menimbulkan dampak kerugian yang jauh lebih besar jika dikelola menggunakan tenaga manusia, misalnya dalam kondisi tertentu yang membutukan waktu pengelolaan cepat, dan jika terlalu lama akan sangat merusak hasil pertanian, sehingga yang lebih aman dalam menjaga hasil pertanian hanya dengan menggunakan teknologi.
4) Tidak adanya unsur saling memanfaatkan atau saling mendzolimi baik dari pekerja maupun dari pemilik lahan.
Keempat catatan ini penulis ajukan sebagai dasar dalam memanfaatkan tenaga manusia yang lebih banyak dibandingkan dengan memanfaatkan mesin berteknologi modern, karena dengan seperti ini justru akan memberikan kemaslahatan yang jauh lebih besar, dan ini sangat sejalan dengan konsep rasionalitas dalam ekonomi Islam. Mungkin dengan pemanfaatan tenaga manusia yang lebih banyak, pemilik lahan pertanian akan mengeluarkan biaya yang sedikit lebih besar, tetapi mereka akan merasa jauh lebih puas karena orientasi mereka dalam berperilaku ekonomi untuk mencapai maslahah dapat terealisasi, yaitu dengan memberikan kesempatan lapangan kerja, yang akhirnya juga akan berkontribusi bagi pengurangan masalah sosial dan ekonomi di masyarakat.

Leave Your Comment

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Alamat

Jl. Pandawa No.14, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo

Layanan Akademik

Senin – Jumat
08:00  – 15 :00 WIB

If you have any question, feel free to contact us

Newsletter

Join our newsletter for latest Updates
[mc4wp_form id="625"]