Hari Raya Kurban, Hari Raya Korupsi dan Hari Raya Kemerdekaan

Di bulan Agustus tahun 2019 ini terjadi dua event besar bagi bangsa Indonesia yang saling berdekatan, yaitu event hari raya Kurban dan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke 74. Dua kejadian ini ternyata sangat berkaitan erat dalam hal semangat dan hikmah yang bisa jadi inspirasi bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bagi umat Islam kurban merupakan sebuah amal ibadah yang memiliki pahala besar, sehingga tidak sedikit orang mulai menabung sejak lama demi mengumpulkan dana untuk membeli seekor kambing atau iuran untuk seekor sapi. Seperti contoh adalah Nenek Sahnun asal Mataram, ia adalah seorang pemulung barang bekas yang menabung selama beberapa tahun untuk membeli hewan kurban dan dikurbankan tahun ini. (kompas.com, 2019) Ada juga kisah tujuh anak bocah asal Bogor Jawa Barat yang menyisihkan uang jajan Rp. 5 ribu hingga Rp. 10 ribu untuk membeli hewan kurban. Setelah beberapa bulan terkumpul, uang tabungan mereka belikan seekor sapi untuk dikurbankan pada Idul Adha tahun ini. (bogor.tribunnews.com, 2019)

Gerakan menabung inilah yang harusnya menjadi inspirasi semua orang. Meskipun dalam keseharian hidup serba kecukupan, umat Islam yang sudah niat kuat untuk berkurban pasti akan istiqomah mengumpulkan rupiah demi rupiah. Menabung dengan dana yang halal tentunya bukan dari cara korupsi.

Namun di tengah semangat kejujuran masyarakat untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah, ternyata masih ada para oknum yang melakukan tindak pidana korupsi. Padahal jika dilihat secara seksama para terpidana korupsi itu adalah termasuk orang-orang yang tidak kekurangan ekonomi artinya mereka adalah orang-orang kaya secara asset juga financial. Para koruptor ini paling tidak adalah orang penting dengan berbagai jabatan dan kewenangannya, seperti ketua DPR, menteri, hakim mahkamah konstitusi, direktur BUMN, pengusaha, paling rendah adalah setingkat ajudan.

Jika merujuk kepada  teorinya Montesquieu tentang trias politika, maka korupsi sudah pernah dilakukan oleh ketiga unsur penting dalam praktek bernegara ini, yaitu koruptor dari kalangan eksekutif (pelaksana Undang-undang), dari kalangan legislative (pembuat Undang-undang), dan tidak ketinggalan koruptor dari kalangan yudikatif (pengawas pelaksanaan Undang-undang). Seharusnya mereka itulah yang menjadi pelopor bahkan suri teladan dalam mengisi perjuangan di era kemerdekaan saat ini. Mereka seolah tidak peduli terhadap jerih payah perjuangan para Founding Fathers dan seluruh elemen masyarakat yang mengkurbankan jiwa raganya bahkan harta agar Indonesia bisa bebas merdeka dari cengkraman penjajah asing. Namun sayang, saat ini ada juga yang melakukan korupsi berupa penyalahgunaan kekuasaannya demi suap yang dilakukan oleh pihak asing supaya proyeknya di tanah air didapatkannya. Bukankah itu sangat bertentangan dengan jiwa heroisme para pahlawan kita. Alih-alih menjadi penerus pahlawan pembela tanah air, malah menjadi penjual asset bangsa kepada pihak asing dengan model penjajahan gaya barunya.

Korupsi sesungguhnya tidak hanya bisa menjangkiti para pejabat, namun bisa juga mengenai seluruh lapisan masyarakat. Meski tentu materi yang menjadi objek korupsi amatlah kecil dan tidak sebesar objek korupsi pejabat. Namun tetap saja korupsi sekecil apapun adalah terlarang, karena korupsi sangat identik dengan pencurian, suap-menyuap (risywah), dan abuse of power (penyalahgunaan wewenang) yang dalam istilah lainnya adalah penyelewengan amanah. Padahal ketika amanah tidak dilakukan oleh ahlinya pasti akan menghasilkan kerusakan. Baik kerusakan sistem/manajemen, keuangan, dan merusak organisasi yang diamanahkannya. Jika korupsi itu dilakukan terhadap kekayaan Negara maka yang akan terjadi adalah kerusakan sistem ekonomi, sosial, politik bahkan merusak pertahanan keamanan.

Jika dilihat banyaknya operasi tangkap tangkan (OTT) yang dilakukan oleh KPK menjadi bukti bahwa praktek korupsi sudah menjadi ritual budaya yang menggurita di negeri ini, data dari Anti-Corruption Clearing House KPK bahwa sampai tahun 2018 sudah dilakukan penyelidikan dalam kasus korupsi sebanyak 1.135 kali, tingkat penyidikan 887 kali, penuntutan 719 kali, putusan tetap 578 kasus, dan eksekusi 610 kasus. Terbanyak pada tahun 2018, dalam kurun setahun tersebut, KPK genap mengerjakan 157 penyelidikan, 178 penyidikan, 128 penuntutan, dan 102 eksekusi atas putusan pengadilan. Dengan rincian kasus penyuapan sebanyak 152 perkara, disusul oleh pengadaan barang atau jasa sebanyak 17 perkara, dan pencucian uang sebanyak 6 perkara. (acch.kpk.go.id, 2019) Sampai bulan Agustus 2019 ini sudah belasan kali KPK melakukan OTT kepada para tersangka koruptor. Fakta ini jika boleh dinamakan menjadi “hari raya korupsi” yang tidak patut dirayakan, bahkan harus segera dihentikan.

Upaya untuk menghentikan budaya korupsi ini tentu sudah banyak dilakukan meskipun sangat berat dan banyak rintangan. Salah satu upaya mecegah korupsi adalah edukasi terkait dampak buruk dari korupsi yang dilakukan. Pencegahan Korupsi juga bisa dengan mencontoh sikap taat Nabi Ibrahim yang sangat kuat terhadap perintah Allah SWT, meskipun perintah tersebut adalah untuk menyembelih anak yang sangat dicintainya yaitu Ismail sebagai bentuk kurban. Tingkat kepatuhan Nabi Ibrahim yang sangat kuat itu menjadikannya rela berkurban atas semua kebutuhan pribadinya, bahkan ketaatannya ditegaskan juga kepada istri dan anaknya. Pada akhirnya Allah membalas ketaatan keluarga Nabi Ibrahim dengan anugerah besar, yaitu Ismail yang kemudian diperintahkan untuk diganti dengan kurban kambing dan Ismail dewasa yang kemudian menjadi Nabi. Kejadian ini menjadi inspirasi besar sampai saat ini dan dirayakan sebagai hari raya kurban.

Seseorang yang sudah berniat korupsi pasti tidak akan jadi melakukannya jika yang ada dalam pikirannya adalah ketaatan kepada Allah. Karena pasti Allah tidak menyuruh manusia untk korupsi bahkan dengan jelas melarangnya. Meski ada kesempatan korupsi misalnya dengan tidak ada satupun saksi ataupun bukti dari perbuatan korupsinya tersebut maka tidak akan jadi dilakukan karena punya rasa taat dan merasa selalu diawasi Allah dimanapun dan kapanpun.

Upaya kedua adalah memahamkan makna kemerdekaan bangsa Indonesia, mulai dari sejarah perjuangan sampai saat ini perjuangan untuk mengisi dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Pasti hanya orang yang berwatak binatang mau melakukan korupsi yang merugikan Negara secara besar besaran. Dengan merasa bahagia atas hasil korupsinya ditengah-tengah sebagian rakyat Indonesia  yang masih miskin dan terbelakang.

Ritual Budaya korupsi ini sudah saatnya disembelih dan dikurbankan, diganti dengan semangat ketaatan terhadap peraturan perundangan, Pancasila dan juga perjuangan mengisi kemerdekaan bangsa dengan prestasi dan manfaat untuk orang banyak. Selamat hari raya Idul Adha 1440 H, Selamat Hari Raya Kemerdekaan RI ke 74.

Allohu Akbar… Allohu Akbar… walillahilhamdu… Merdeka…

 

Penulis: Asep Maulana Rohimat, M.S.I (Pegiat Anti Korupsi dan Dosen FEBI IAIN Surakarta)

 

Leave Your Comment

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Alamat

Jl. Pandawa No.14, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo

Layanan Akademik

Senin – Jumat
08:00  – 15 :00 WIB

If you have any question, feel free to contact us

Newsletter

Join our newsletter for latest Updates
[mc4wp_form id="625"]