Kegiatan Terkini

Seminar Nasional Moderasi Beragama, FEBI hadirkan Budayawan Ngatawi Al-Zastrow dan Aktifis Katolik Agustina Dewi Sitaresmi Ratih Pratiwi

Penulis: Asep Maulana Rohimat

FEBI News| Sebagai rangkaian peringatan tasyakur Dies Natalis FEBI ke 22, panitia menggelar Seminar Nasional Moderasi bergama dengan tema ”Generasi Hebat, berfikir Moderat, menebar Manfaat”. Hadir sebagai pembicara Budayawan sekaligus Juru Bicara Presiden Gus Dur Dr. Ngatawi Al-Zastrow, M.Si serta dipandu Moderator Agustina Dewi Sitaresmi Ratih Pratiwi, ST sebagai Aktifis Katolik dan Manajer Rumah Budaya Kratonan. Turut hadir Rektor UIN Raden Mas Said Surakarta, Prof. Dr. H. Mudofir, M.Ag, Dekan FEBI Dr. M. Rahmawan Arifin, M.Si, Wakil Dekan 2 Dr. Hj. Woro Retnaningsih, M.Pd, Wakil Rektor 3 Septin Puji Astuti, Ph.D, Dosen, Tenaga Kependidikan, Pengurus Ormawa dan ratusan mahasiswa sebagai peserta. Acara ini diselenggarakan pada Senin (21/3/2022) bertempat di Aula Gedung A lantai 2 juga disiarkan secara langsung di kanal FEBI Tv.

Acara seminar didahului dengan opening seremoni sekaligus pemotongan tumpeng, sebagai simbol tasyakuran dies natalis FEBI ke 22. Dekan FEBI Dr. M. Rahmawan Arifin, M.Si dalam sambutan awalnya menyatakan bahwa dalam Dies Natalis ke 22 ini, FEBI menghadirkan acara “kenduren” dalam rangka Dies Natalis, sebagai bentuk kecintaan terhadap budaya bangsa Indonesia yang sekaligus dikemas dalam Seminar Nasional Moderasi Beragama untuk mencetak Generasi FEBI yang moderat dalam berfikir dan berperilaku, bukan sekedar ahli ekonomi namun bisa menjadi agen perubahan  toleran di dunia yang penuh keragaman.   

Rektor UIN Raden Mas Said Surakarta, Prof. Dr. H. Mudofir, M.Ag selanjutnya memberikan opening speech sekaligus membuka secara resmi rangkaian acara Dies Natalis FEBI ke 22. Rektor memberikan ucapan selamat kepada FEBI karena sudah 22 tahun menjadi bagian penting dalam perkembangan Kampus UIN Raden Mas Said Surakarta, diantaranya adalah sebagai fakultas yang paling favorit pada masa IAIN Surakarta. Prof. Mudofir kemudian menjelaskan pentingnya sikap moderasi beragama bagi generasi digital saat ini. Menurutnya kesadaran moderasi beragama sudah ada sejak dulu, karena DNA manusia Indonesia adalah berbangsa-bangsa, masa lalu bangsa Indonesia bahkan kepercayaannya adalah berupa agama animisme dan dinamisme, baru selanjutnya munculah agama Hindu, Budha, Kristen, Katolik, lalu Islam. DNA Moderasi sudah aja sejak dulu, maka perlu kesadaran sebagai generasi muda intelektual dengan rendah hati, melampaui batas-batas keorganisasian dan menjadi open society. Sebagai kelompok elit strategis, mahasiswa harus menjadi agen moderasi dan perubahan. Salah satunya literasi digital yang berbasis fakta, bukan hoax. “Hidup masa depan harus berkolaborasi dengan berbagai orang, moderasi beragama adalah pintu masuk agar bisa berkolaborasi dengan baik”. pungkas Prof. Mudofir.

Agenda Utama Seminar Nasional Moderasi Beragama dipandu oleh Moderator Agustina Dewi Sitaresmi Ratih Pratiwi, ST sebagai Aktifis Katolik dan Manajer Rumah Budaya Kratonan dan pembicara utama Budayawan sekaligus Juru Bicara Presiden Gus Dur Dr. Ngatawi Al-Zastrow, M.Si. pembicara menekankan pentingnya generasi milenial FEBI memahami Konsep Moderasi Beragama lalu melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Diantaranya dengan diawali pemahaman sejarah munculnya agama-agama di Indonesia, terutama interaksi Agama Spiritualisme (animisme-dinamisme) yang kemudian dilakukan akulturasi oleh para pendakwah dari masa Khalifah Usman terhadap budaya bangsa Indonesia saat itu. Poin penting kemudian adalah memahami definisi Moderasi beragama dalam Islam, yaitu sikap berIslam  yang menolak ekstrimitas, Menolak berbagai tindakan dan pemikiran ekstrim yang bisa merusak tatanan dan menimbulkan kemadharatan. Berdiri tegak di tengah untuk menjaga keadilan demi terwujudnya kemaslahatan. Istilah ini dipopulerkan oleh Yusuf Qardawi yang berasumsi bahwa semua prinsip dasar agama Islam baik Aqidah, Syariah maupun Akhlak dilandasi atas nilai wasatiyah. Selanjutnya memahami Karakter Dasar Islam Moderat (Wasathiyyah) yaitu Fleksibel dan elastis namun tegas, Mengedepankan kearifan dan akhlak, dan Menolak tindakan dan pemikiran ekstrim.

Kunci utama Untuk memperkuat moderasi beragama, adalah diperlukan pemahaman yang kuat terhadap sejarah keislaman dan kenusantaraan. Sejarah ini inilah yang akan menjadi referensi hidup (maroji’ul hayah) sekaligus sumber pengetahuan (resources) untuk diaktualisasikan dalam menghadapi pertarungan. Kedua memahami akar-akar tradisi sebagai jangkar dan spirit agar tidak mudah hanyut dan larut dalam tekanan arus dan silau oleh kenyataan. Dengan berbekal pada kedua hal inilah Walisongo dan Ulama Nusantara mampu melahirkan berbagai macam karya budaya dan pemikiran hingga bisa bertahan menghadapi tekanan dan tampil menjadi pemenang. Pungkas Dr. Ngatawi yang juga pernah menjadi Juru Bicara Presiden Gus Dur.

Foto: Kris

Leave Your Comment

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Alamat

Jl. Pandawa No.14, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo

Layanan Akademik

Senin – Jumat
08:00  – 15 :00 WIB

If you have any question, feel free to contact us

Newsletter

Join our newsletter for latest Updates
[mc4wp_form id="625"]